Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selasa, 25 November 2008

“JEEPNEY”, One of Public Transportation in Philippine

Salah satu pengalaman menarik ketika berada di Filipina yaitu mengenai alat transportasi umum di sana. Selama sekitar satu bulan berada di Metro Manila atau tepatnya Quezon city, saya dan sebelas mahasiswa Indonesia lainya yang ditempatkan di Ateneo de Manila University (ADMU) oleh pihak KBRI di Filipina banyak mendapatkan pengalaman seru, menarik dan lucu. Untuk menempuh program yang diantaranya terdiri dari: 1. Sit in Class, 2. Study Literatur, 3. Observasi Organisasi Kampus, serta 4. Kunjungan budaya, kami harus melaksanakannya sendiri tanpa adanya pendamping ataupun semacam guide yang selalu berada di tengah-tengah kami ber-12. Terlebih lagi jarak kampus/ tempat study dengan rumah tinggal sementara yang kami singgahi selama di sana, harus ditempus sekitar 30 menit waktu perjalanan. Kampus ADMU berada di wilayah Katipunan Aveneu sedangkan rumah tinggal sementara (homestay) berada di Miranila Homes-Tandang Sora. Kedua tempat tersebut memiliki kesamaan karakteristik dari segi eksklusifitas. Kampus ADMU merupakan salah satu kampus swasta terbaik se-Filipina serta menjadi rujukan mahasiswa kelas atas, mungkin setara Universitas Trisakti kalau di Indonesia. Sedangkan rumah singgah sementara yang kami tempati berada di tengah-tengah perumahan cukup elit, hal inipun sudah terlihat dari segi penjagaan yang berlapis di sela-sela masuk ataupun keluar dari wilayah tersebut.
Seringkali kami harus pergi ke kampus dengan memanfaatkan transportasi umum, meskipun pada awalnya telah disediakan mobil van yang sanggup antar jemput ke kampus sewaktu-waktu. Dengan biaya yang agak murah tapi “kurang praktis” transportasi umum kami jadikan teman setia untuk mengantar perjalanan ke kampus tiap harinya. Salah satunya yaitu “Jeepney”, alat transportasi darat yang hampir mirip oplet/bemo dengan body kendaraan yang lebih panjang. Untuk menuju kampus kami harus 2 kali menaiki Jeepney atau lebih dikenal dengan istilah “oper”. Jeepney bisa memuat sekitar 15 penumpang sekali jalan dengan biaya sebesar 7 peso/orang atau sekitar Rp 1.400,-. Jalanan Ibu kota Filipina merupakan pemandangan yang kita saksikan tatkala menaiki Jeepney, kehidupan sosial masyarakat serta perekonomiannya secara umum terlukis dengan jelas. Adakalanya kita menyaksikan sebuah gedung-gedung megah yang berderetan, toko-toko di pinggir jalan yang menjual aneka kebutuhan pokok serta pemikiman-pemukiman kumuhpun tak lepas dari pandangan mata kita. Nampaknya, kesenjangan sosial dan ekonomi merupakan problema di berbagai Ibu Kota Negara.

Keunikan ketika manaiki sebuah Jeepney adalah pada sistem pembayarannya. Selang waktu setelah naik dan duduk di dalam kendaraan, ongkos transportasi harus segera kita bayarkan ke pengemudi di depan dengan cara menyalurkan ke penumpang sebelah (kiri/kanan) yang berada agak depan, kemudian disalurkan ke depan lagi hingga sampai pada pengemudi sopir. Suatu kejadian, ada salah seorang diantara kami yang lupa membayar ongkos transport hingga pengemudi menghitung jumlah uang yang diterimanya dibanding dengan penumpang, sampai akhirnya pengemudi mengeluarkan beberapa perkataan dalam bahasa tagalong yang notabene hanya ada kami yang berasal dari Indonesia. Kamipun kebingungan dengan apa yang dimaksudkan pengemudi, tak selang kemudian, eh ternyata dia menagih diantara kami yang belum membayar ongkosnya. Uang segera dibayarkan dan ketika mau turun kami katakan para poo (kiri pak). Untuk menghindari agar pengemudi jeepney tidak langsung tancap gas, bilang saja “sandalilang”. Eh… bukan berarti kita kehilangan sandal/sepatu, tapi permintaan untuk menunggu/tunggu sebentar. Sandalilang = wait a moment.

Tidak ada komentar: